FAKULTAS : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI
PROSESI
PERKAWINAN ADAT BANJAR
Orang Banjar mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan
material budaya yang berkaitan dengan religi, melalui berbagai proses adaptasi,
akulturasi dan asimilasi. Sehingga nampak terjadinya pembaruan dalam
aspek-aspek budaya. Meskipun demikian pandangan atau pengaruh Islam lebih
dominan dalam kehidupan budaya Banjar, hampir identik dengan Islam, terutama
sekali dengan pandangan ke Tuhanan (Tauhid), meskipun dalam kehidupan
sehari-hari masih ada unsur budaya asal, Hindu dan Budha.
A. Tahapan-tahapan Perkawinan Adat
Banjar
Berdasarkan adat istiadat masyarakat Banjar terdapat
beberapa tahapan dan prosesi, baik sebelum maupun sesudah upacara perkawinan,
seperti basasuluh, badatang, bapapayuan, maanjar patalian, baantaran jujuran,
bakawinan itu sendiri, sampai bajagaan pengantin.
Banyaknya tahapan tersebut menegaskan bahwa perkawinan
merupakan hal yang serius, membutuhkan kesiapan fisik, mental, spiritual,
bahkan kemampuan finansial. di harapkan yang bersangkutan betul-betul menghargai
makna perkawinan.
1. Basasuluh.
Seorang laki-laki yang akan dikawinkan biasanya tidak langsung dikawinkan,
tetapi dicarikan calon gadis yang sesuai dengan sang anak maupun pihak
keluarga. Hal ini dilakukan tentu sudah ada pertimbangan-pertimbangan, atau
yang sering dikatakan orang dinilai “bibit-bebet-bobot”nya terlebih dahulu.
Setelah ditemukan calon yang tepat segera dicari tahu apakah gadis tersebut
sudah ada yang menyunting atau belum. Kegiatan ini dalam istilah bahasa Banjar
disebut dengan BASASULUH.
2. Batatakun atau Melamar.
Setelah diyakini bahwa tidak ada yang meminang gadis yang telah dipilih maka
dikirimlah utusan dari pihak lelaki untuk melamar, utusan ini harus pandai
bersilat lidah sehingga lamaran yang diajukan dapat diterima oleh pihak si
gadis. Jika lamaran tersebut diterima maka kedua pihak kemudian berembuk
tentang hari pertemuan selanjutnya yaitu Bapapayuan atau Bapatut Jujuran.
3. Bapapayuan atau Bapatut Jujuran.
Kegiatan selanjutnya setelah melamar adalah membicarakan tentang masalah kawin.
Pihak lelaki kembali mengirimkan utusan, tugas utusan ini adalah berusaha agar
masalah kawin yang diminta keluarga si gadis tidak melebihi kesanggupan pihak
lelaki.
Untuk dapat menghadapi utusan dari pihak keluarga lelaki, terutama dalam hal bersilat
lidah, maka pihak keluarga sang gadis itu pun meminta kepada keluarga atau
tetangga dan kenalan lainnya, yang juga memang ahli dalam bertutur kata dan
bersilat lidah.
Jika sudah tercapai kesepakatan tentang masalah kawin tersebut. Maka kemudian
ditentukan pula pertemuan selanjutnya yaitu Maatar Jujuran atau Maatar
Patalian.
4. Maatar Jujuran atau Maatar Patalian.
Merupakan kegiatan mengantar masalah kawin kepada pihak si gadis yang maksudnya
sebagai tanda pengikat. Juga sebagai pertanda bahwa perkawinan akan
dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh para
ibu, baik dari keluarga maupun tetangga. Apabila acara Maatar Jujuran ini telah
selesai maka kemudian dibicarakan lagi tentang hari pernikahan dan perkawinan.
5. Bakakawinan atau
Pelaksanaan Upacara Perkawinan .
Sebelum hari pernikahan atau perkawinan, mempelai wanita mengadakan persiapan,
antara lain:
a. Bapingit dan Bakasai.
Bagi calon mempelai wanita yang akan memasuki ambang pernikahan dan perkawinan,
dia tidak bisa lagi bebas seperti biasanya, hal ini dimaksudkan untuk menjaga
dari hal-hal yang tidak diinginkan (Bapingit).
Dalam keadaan Bapingit ini biasanya digunakan untuk merawat diri yang disebut
dengan Bakasai dengan tujuan untuk membersihkan dan merawat diri agar
tubuh menjadi bersih dan muka bercahaya atau berseri waktu disandingkan di
pelaminan.
b. Batimung.
Hal yang biasanya sangat mengganggu pada hari pernikahan adalah banyaknya
keringat yang keluar. Hal ini tentunya sangat mengganggu khususnya pengantin
wanita, keringat akan merusak bedak dan dapat membasahi pakaian pengantin.
Untuk mencegah hal tersebut terjadi maka ditempuh cara yang disebut Batimung.
Setelah Batimung badan calon pengantin menjadi harum karena mendapat pengaruh
dari uap jerangan Batimung tadi.
c.
Badudus atau Bapapai.
Mandi Badudus atau bapapai adalah uapacara yang dilaksanakan sebagai proses
peralihan antar masa remaja dengan masa dewasa dan juga merupakan sebagai
penghalat atau penangkal dari perbuatan-perbuatan jahat. Upacara ini dilakukan
pada waktu sore atau malam hari. Upacara ini dilaksanakan tiga atau dua hari
sebelum upacara perkawinan.
d. Perkawinan (Pelaksanaan Perkawinan)
Upacara ini merupakan penobatan calon pengantin untuk memasuki gerbang
perkawinan. Pemilihan hari dan tanggal perkawinan disesuaikan dengan bulan Arab
atau bulan Hijriah yang baik. Biasanya pelaksanaan upacara perkawinan tidak
melewati bulan purnama.
B. Simbol-simbol
Dalam Pernikahan Adat Banjar
C. Pelaksanaan
Perkawinan Adat Banjar
1.
Badua Salamat Pengantin.
Hal ini ditujukan untuk keselamatan pengantin dan seluruh keluarga yang
melaksanakan upacara perkawinan itu. Dalam hal ini pembacaan doa-doa dipimpin
oleh Penghulu atau Ulama terkemuka di kampung tersebut. Selesai prosesi
tersebut para undangan dipersilahkan menikmati hidangan yang telah disediakan.
Hal ini berlangsung hingga acara Maarak Pengantin.
2. Bahias atau Merias Pengantin.
Sekitar jam 10 pagi, tukang rias sudah datang ke rumah mempelai wanita untuk
merias. Kegiatan ini meliputi tata rias muka, rambut dan pakian, serta
kelengkapan lainnya seperti Palimbayan dan lainnya. Bagi pengantin pria, bahias
ini dilakukan setelah sholat Zuhur.
3.
Maarak Pengantin.
Apabila pihak pengantin sudah siap berpakaian, maka segera dikirim utusan kepada
pihak pria bahwa mempelai wanita sudah menunggu kedatangan mempelai pria. Maka
kemudian diadakanlah upacara Maarak Pengantin. Pada waktu maarak pengantin
biasanya diiringi dengan kesenian Sinoman Hadrah atau Kuda Gepang. Pihak wanita
juga mengadakan hal yang sama untuk menyambut mempelai pria juga untuk
menghibur para undangan.
4.
Batatai atau Basanding.
Kedatangan pengantin pria disambut dengan Salawat Nabi dan ketika Salawat itu
dikumandangkan pengantin wanita keluar dari dinding kurung untuk menyambut
pengantin pria. Di muka pintu, pengantin pria disambut oleh pengantin wanita,
untuk beberapa saat mereka bersanding di muka pintu, kemudian mereka di bawa ke
Balai Warti untuk bersanding secara resmi.
Apabila telah cukup waktu bersanding, kedua mempelai diturunkan dari Balai
Warti untuk kemudian dinaikkan keusungan atau dinamakan Usung Jinggung, yang
diiringi kesenian Kuda Gepang. Setelah di Usung Jinggung kedua mempelai
disandingkan di petataian pengantin yang disebut Geta Kencana. Kemudian
dilanjutkan dengan sujud kepada orang tua pengantin wanita dan para hadirin
serta memakan nasi pendapatan (Badadapatan). Setelah itu kedua pengantin
berganti pakaian untuk istirahat.
5.
Bajajagaan Pengantin
Pada malam hari pertama sampai ketiga sejak hari perkawinan, biasanya diadakan
acara Bajajagaan atau menjagai pengantin, yang isinya dengan pertunjukan
kesenian, seperti Bahadrah atau Barudat (Rudat Hadrah), Bawayang Kulit (Wayang
Kulit), Bawayang Gong (Wayang Orang), Mamanda dan sebagainya.
6. Sujud
Tiga hari sesudah upacara perkawinan, kedua mempelai kemuadian di bawa ke rumah
orang tua pengantin pria untuk sujud kepada orang tua pengantin pria. Malam
harinya juga diadakan acara menjagai pengantin dengan maksud untuk menghibur
kedua mempelai yang sedang berkasih mesra itu.
Keesokan harinya mereka dibawa lagi ke rumah mempelai wanita untuk selanjutnya
tinggal di tempat mempelai wanita bersama orang tua mempelai wanita untuk
mengatur kehidupan berumah tangga. Apabila telah mampu untuk mencari nafkah
sendiri barulah berpisah dalam artian berpisah dalam hal makan saja, namun
tetap tinggal bersama orang tua mempelai wanita.
Begitulah
proses upacara perkawinan yang dilakukan oleh suku Banjar pada masa lalu. Namun
pada era globalsasi saat ini tata cara perkawinan tersebut sudah banyak
ditinggalkan oleh masyarakat khususnya masyarakat Banjar. Hal ini disebabkan
oleh perkembangan zaman, yang otomatis dianggap tidak sesuai lagi dengan
budaya-budaya leluhur seperti contohnya upacara perkawinan tersebut. Dan juga
dianggap terlalu bertele-tele. Hal ini tentu sangat menyedihkan bagi kita,
budaya leluhur yang diajarkan secara turun temurun malah dengan mudahnya kita
tinggalkan tanpa ada upaya untuk melestarikannya. Namun, masih ada juga daerah
yang tetap melaksanakan prosesi tersebut. Seperti di daerah Margasari Kab.
Tapin, di sana masih dilaksanakan prosesi tersebut, namun tidak semuanya
dilaksanakan. Maksudnya ada bagian tertentu yang tidak dilaksanakan lagi karena
dianggap sudah tidak sesuai.
Pada masa sekarang dalam hal mencari calon isteri tidak lagi pengaruh orang tua
berperan penting, sekarang anak muda dalam hal mencari jodoh ditempuh dengan
cara pacaran seperti yang telah dikemukakan di bagian awal tadi. Di masyarakat
perkotaan sudah jarang yang memakai tata cara perkawinan seperti ini, namun
tentu ada saja orang yang tetap melaksanakannya.
Untuk itu peran pemerintah dan masyarakat sangat diharapkan untuk melestarikan
kebudayaan yang kita miliki ini. Negara kita terkenal karena kebudayaannya yang
unik untuk itu kita sebagai generasi penerus haruslah melestarikan kebudayaan
yang kita miliki.